A.
PENGERTIAN AKAL
Akal adalah daya
berfikir yang ada dalam diri manusia dan merupakan salah satu daya dari jiwa
serta mengandung arti berfikir, memahami, dan mengerti. Kata akal berasal dari
bahasa Arab, kata asalnya عقل
yang berarti mengingat dan memahami. Pada zaman jahiliya orang yang berakala (عقل) adalah orang-orang yang dapat menahan
amarahnya dan mengendalikan hawa nafsunya, sehingga karenanya dapat mengambil
sikap dan tindakan yang bijaksana dalam menghadapi persoalan yang ia hadapi.
Alkindi
mengemukakan bahwa dalam jiwa manusia terdapat tiga daya, yaitu daya bernafsu
yang bertempat di perut, daya berani yang bertempat di dada, dan daya berfikir
yang bertempat di kepala. Akal sebagai daya berfikir yang terdapat di kepala
dibagi dua. Yaitu akal praktis dan akal teoretis. Akal praktis adalah yang
menerima arti-arti yang berasal dari materi melalui indra pengingat sedangkan
akal teoritis menangkap arti-arti murni, yaitu arti yang tidak pernah ada dalam
materi, sedangkan akal teoretis sebaliknya bersifat matematis, mencurahkan
perhatian pada alam immateri.
Pada tafsir
Al-Quran, Prof. Dr. Quraish Shihab mengartikan kata akal, bahwa Al-Quran tidak
menjelaskan secara eksplisit, namaun dari konteks ayat-ayat yang menggunakan
akar kata dari “akal” tersebut dapat dipahami bahwa ia antara lain adalah:
ü Daya untuk memahami dan menggambarkan sesuatu, seperti firman-Nya.
وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا
لِلنَّاسِ ۖ وَمَا يَعْقِلُهَا إِلَّا الْعَالِمُونَ
Dan
perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya
kecuali orang-orang yang berilmu.
ü Dorangan moral, seperti firman-Nya.
وَلَا
تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُم مِّنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ
وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا
تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ
وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
dan janganlah
kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya
maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu
yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).
ü Daya untuk mengambil pelajaran,kesimpulan, serha hikmah. Untuk
maksud ini biasanya digunakan kata rusyd. Daya ini menggabungkan kedua
daya di atas, sehingga ia mengandung daya memahami, daya menganalisis dan
meyimpulkan, serta dorongan moral yang disertai dengan kematangan berfikir.
Menurut Imam al-Qhazali Ra. Hakikat akal adalah nama yang
dipergunakan untuk menyebut kepada kesatuan atas empat makna (pengertian)
sebagaimana nama-mata yang dipergunakan untuk menyebut beberapa pengertian,
diantaranya adalah.
ü Sifat yang membedakan antara manusia dan binatang. Itulah sebabnya
yang membuat manusia siap menerima ilmu-ilmu yang bersifat penalaran dan
merenungkan pekerjaan-pekerjaan samar yang memerlukan pemikiran.
ü Ilmu-ilmu yang kaluar dari dalam diri anak kecil yang telah dapat
membedakan tentang sesuatu yang boleh, mungkin atau mustahil.
ü Ilmu-ilmu yang diperoleh dari pengalaman dengan berjalannya
keadaan-keaadan. Sesungguhnya orang yang didik oleh percobaan-percobaan dan
aliran-aliran, maka biasanya ia disebut sebagai orang berakal. Dan orang yang
tidak bersifat dengan sifat ini ia disebut sebagai orang yang dungu, tidak
berpengalaman, dan bodoh.
ü Kekuatan naluri itu berakhir sampai mengetahui kesudahan berbagai
persoalan dan menahan keinginan yang segera dan memaksanya. Apabila kekuatan
ini berhasi, maka pemiliknya disebut sebagai orang yang berakal.
Dalam makna dan perspektif hakikat atu batiniah, akal bukan saja
sebagai daya berfikir bagi manusia akan tetapi akal adalah “Nur’Alim” Allah
Swt, yang menerangi otak manusia sehingga ia menjadi hidup dalam ruang lingkup ilmu-ilmu, baik ilmu ketuhanan maupun
ilmu kealaman atau kemakhlukan. Akal mempuyai daya karena ia menerima limpahan
“Nur Muhammad Saw.” Sehingga ia mampu secara cepat memahami, menganalisa,
membanding, mengevaluasi, menyimpulkan, dan mengambil hikmah.
1. Tingkatan-Tingkatan
Akal
Sebagaimana halnya
ruh, jiwa, dan qalbu; akal manusia pun meliki tingkatan-tingkatan, bila dilihat
dari hakikat dan kerjanya. Sehubungan dengan itu, akal manusia dibagi kepada
tiga kelompok besar, yaitu;
1.
Akal Awan
Yaitu akal yang dimiliki oleh orang kebanyakan atau pada umumnya.
Kerja akal pada tingkatan ini sangat bersifat normative dan terbatas menurut
apa adanya, belum dapat memahami dibalik apa adanya. Sebagaimana diisyaratkan
Allah Swt. Dalam Firman-Nya,
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ
وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Mengapa kamu
suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri
(kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah
kamu berpikir? (Q.S al-Baqarah[2];44)
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa turunnya ayat Ini adalah
tentang adanya kaum yahudi madinah yang ketika itu berkata kepada menentunya,
kaum kerabatnya, dan saudara sesusunya yang telah masuk Islam, “Tetaplah kamu
pada agama yang kamu anut (Islam) dan apa-apa yang telah diperintahkan oleh
Muhammad, karena perintahnya benar.” Ia menyuruh orang lain berbuat baik,
tetapi dirinya sendiri tidak mengerjakannya.
Dalam al-Qur’an kata “akal” dengan bentuk fi’il madhi (kata kerja lampau) عقلوه
dan khususnya bentuk fi’il mudhari’, (kata kerja sedang/akan) seperti بعقلون-يعقلها-نعقلdan تعقلون berjumlah 49 buah.
Penggunaan kata-kata ini menunjukkan makan yang ditunjukkan kepada akal manusia
yang masih terbatas dan belum berkembang. Seperti pada contoh ayat di atas,
penggunaan kata akal dengan “Apakah kamu tidak berfikir?”mengandung arti
mengapa kamu tidak menggunakan akal. Artinya tersirat makna kembangkanlah
akalmu. Apabila seseorang memiliki akal yang berkembang, tentu saja tidak hanya
menyuruh orang lain berbuat kebaikan, akan tetapi ia pun terlebih dahulu telah
mengamalkan kebaikan kebaikan itu. Dalam firman Allah Swt. Yang lain,
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِّن دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ
خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ
وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ ۚ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ ۖ إِن
كُنتُمْ تَعْقِلُونَ
Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang
yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan)
kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata
kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah
lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika
kamu memahaminya. (Q.S Ali Imran[3]; 118)
Dalam ayat ini
juga Allah Swt. Mengajak orang-orang yang telah beriman agar menggunakan akal,
mengapa dia melarang mereka mengangkat orang kepercayaan dari orang-orang
munafik, fisik, atau kafir. Ayat ini diturunkan kepada sebagian kaum muslim
yang sedang mengadakan hubungan dengan segolongan kaum yahudi, karena di zaman
jahiliyah pernah menjadi tetangga dan bersekutu dalam peperanan (Diriwayatakan
oleh Ibnu Jabir dan Ibnu Ishaq dari Ibnu abbas Ra).
Sekelompok kaum
muslimin yang sedang mengadakan hubungan ketika itu adalah mereka yang masih
sangat awam dan belum mampu untuk mengetahui akibat dari terjadinya hubungan
yang erat dengan orang-orang Yahudi. Dalam firman-Nya yang lain,
Ayat-ayat ini ditunjukkan kepada orang-orang penyembah setan dan
hawa nafsu. Mereka yang bermain-main dan bersahabat dengannya merupakan suatu
kejahatan dan sumber bencana. Akan tetapi karena akal mereka belum mampu memahami
dan mengetahui akibat dan bahayanya persekutuan dengan setan dan hwa nafsu,
maka perbuatan itu tetap mereka lakukan. Itulah tanda-tanda dari orang-orang
yang tindak berpikirnya masih dalam tahap awam dan belum berkembang.
Sering kita temukan di dalam kehidupan masyarakat masyarakat kita
di Indonesia, sebagian dari mereka sangat mempercayai mitos-mitos tertentu,
kultus individu, dan tradisi teetentu yang seolah-olah membuat mereka melupakan bahwa itu semua adalah
makhluk dan kealaman biasa yang suatu saat akan lenyap dan hancur. Dan mereka
terlupakan bahwa dirinya adalah mengapa justru ia tunduk kepada apa-apa yang
harus tunduk dalam tugas-tugas kekhalifahannya.
Yang lebih menyeramkan lagi di antara mereka banyak yang telah
memperoleh pendidikan tinggi, terbukti dengan beberapa title yang disandang di
depan dan di belakang namanya. Sikap dan tindakan mereka serta orang-orang yang
bukan intelektual dan jalan berpikir mereka sangat pendek, seperti ; yang
mereka pikirkan adalah bagaimana untuk meraih jabatan, kedudukan, harta,
pengaruh dengan cepat tanpa mempertimbangkan dampak negative dan positif,
distruktif dan konstruktifnya, manfaat dan mudharatnya, halal dan harmnya, atau
haq dan bathilnya.
Akal awam adalah pandangan prophetic (kenabian) dan batiniah
bukan dilihat dari titel, status social, ras,natau kebangsaan akan tetapi awam
dalam memahami hakikat dari kebenaran yang hakiki, hasil dan maksud dari ilmu
pengetahuan yang telah diraihnya. Pengetahuan luas, gelarnya banyak,
keturunannya ningrat, harta bendanya berlebihan, putra-putrinya sehat-sehat dan
cerdas, kawan dan sahabatnya di mana-mana, akan tetapi hingga tua dan akhir
hayatnya ia belum menemukan hakikat dirinya apalagi Tuhannya. Lalu, apa artinya
dengan semua yang telah diraihnya selama hayatnya? Itulah orang-orang yang
terawam diantara orang-orang yang awam.
Adapun orang-orang yang berakala awam di mata manusia, mereka
secara lahir tidak menyakinkan bagi penglihatan lahir, pendidikan formalnya
tidak jelas, ras, dan keningratannya pun tidak diketahui. Akan tetapi setelah
kita bergaul dan bersahabat dengan mereka dalam beberapa waktu, akan terasa
jelas bahwa orang itu memiliki ilmu dan pengetahuan yang sangat luas lagi
mendalam.
·
Tahap
perenungan dan penghayatan dengan kekuatan Tafakkur (تفكر)
Yaitu
merenungkan dan menghayati secara terperinci dari apa yang telah ditangkap oleh
nazhar dan bashar untuk memperoleh pemahaman. Sebagaiman
diisyaratkan dalam firman Allah Swt,
كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ
لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu
supaya kamu memikirkannya. (Q.S. al-Baqorah[2]; 266)
وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ
بِهَا وَلَٰكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ ۚ فَمَثَلُهُ
كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِن تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَث ۚ
ذَّٰلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا ۚ فَاقْصُصِ الْقَصَصَ
لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan
(derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan
menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika
kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia
mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu
agar mereka berfikir. (Q.S.al-A’’raf [7]; 176)
·
Tahap penganalisaan
dan pengambilan hikmah atau kesimpulan yang bermakna tadabbur (تدبر). Yaitu kerja akal pikiran pada tahap
analisis, perbandingan, dan pengambilan hikmah dari apa-apa yang telah dikaji
secara mendalam. Sehingga menghasilkan kemantapan hati dan keyakinan dari
kebaikan dan kebenaran yang dihasilkan dari kerja akal itu. Padanya terdapat
segala sesuatu atau hal-hal yang dapat memberikan manfaat secara nyata dan
dapat dirasakan oleh jiwa serta diyakini oleh hati. Sebagaiman diisyaratkan
dalam firman Allah Swt.
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ
ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al
Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang
banyak di dalamnya. (Q.S. an-Nisa’[4]; 82)
Alquran merupakan kalam dan ayat-ayat Allah yang tertulis dengan
bahsa yang mudah. Siapa saja dapat melakukan tadabbur, yaitu mengkaji,
menganalisa, membandingkan, dan mengambil himah sebanyak-banyanya dari
al-Quar’an itu. Penggunaan kata kata tadabbur dalam ayat ini menunjukkan pesan
bahwa al-Qur’an merupakan keterangan-keterangan dan data yang lengkap, jelas,
dan nyata. Sehingga tidak perlu lagi dengan menggunakan pengamatan nazhar,
bashar, maupun tafakkur. Mengapa demikian?
Al-Qur’an selalu mendorong akal pikiran dan menekankan pada upaya
mencari ilmu pengetahuan serta pengalaman dari sejarah, dunia alamiah, dan diri
manusia sendiri, karena Allah menunjukkan tanda-tanda kebesaran-Nya dalam diri
mansuia sendiri, ataupun di luar dirinya. Oleh karena itu menjadi kewajiban
manusia untuk menyelidiki dan mengemati ilmu pengetahuan yang dapat
menghasilkan kecakapan dalam semua segi dari pengalaman manusia. Al-Qur’an
memberikan isyarat tentang sumber ilmu pengetahuan lainnya bagi manusia
berdasarkan rujukan dari waktu Ilahi dibandingkan dengan waktu manusia dalam
penelitian sejarah yang menekan bahwa manusia harus merefleksikan pengalaman
masa lampau dan masa kini,” kami mengutus musa dengan tanda-tanda kami yang
jelas (dan perintah kami): ‘bawalah ummatmu keluar dari kegelapan kepada cahaya
terang, dan ajarlah mereka supaya ingat hari-hari Allah; sesungguhnya dari
hari-hari Allah itu terdapat kebesaran-Nya, bagi orang yang sunggu-sungguh
berbesar lagi bersyuk.
2.
Akal Khawas bil
Khawas
Yaitu akal yang dimiliki oleh para nabi, rasul, dan ahli waris
mereka(auliyah) Allah Swt. Daya berpikir pada tingkatanakala ini bukan melalui
usaha sebagaimana pada tingkatan awam dan khawas, akan tetapi tingkat akal ini
merupakan anugerah dan karunia Allah Swt. Atas ketaatan dan ketakwaan
hamba-Nya. Tingkatan akal pada tingkat ini dapat pula desebut dengan akal
Ilahiah. Artinya, akal itu bekerja karena adanya bketajalian Nur Ilmu-Nya ke
dalam otak dan fikiran hambna-Nya. Inilah tingkat akal tertinggi yang
dianugrahkan-Nya kepada orang-orang-Nya,(Rabbaniyyun).
Dalam Al-Quran tingkatan akal ini disebut didalam dengan رشد dan لب
, yang artinya berpikir dengan petunjuk-Nya dan hati nurani. Sebagaimana
diisyaratkan dalam firman-Nya.
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ
الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ
يَرْشُدُونَ
Dan apabila
hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku
adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon
kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan
hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
(Q.S.al-Baqaroah [2]; 186)
وَلَقَدْ آتَيْنَا إِبْرَاهِيمَ رُشْدَهُ مِن قَبْلُ وَكُنَّا بِهِ عَالِمِينَ
Dan
sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum
(Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaan)nya. (Q.S. al-Anbiya’
[21];51)
وَأَنَّا مِنَّا الْمُسْلِمُونَ وَمِنَّا الْقَاسِطُونَ ۖ فَمَنْ
أَسْلَمَ فَأُولَٰئِكَ تَحَرَّوْا رَشَدًا
Dan
sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang taat dan ada (pula)
orang-orang yang menyimpang dari kebenaran. Barangsiapa yang yang taat, maka
mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus. (Q.S. al-jin [72]; 14)
Tiga ayat diatas memberikan isyarat untuk dapat memperoleh anugrah rusyd,
yaitu memperbanayk berdo’a, melaksanakan segala perintah-Nya. Sebagaimana
diisyaratkan dalam firman-Nya yang lain menggunakan kata Lubb,
Jadi perbedaan akal ilmiah dan akal ilahiyah adalah akal Ilmiaah
hanya dapat dicapai melalu belajar dan berlatih keras dengan cara atau
metode-metode. Tertentu tertentu yang dibangun oleh akal manusia itu
sendiri,sehingga dengan itu ia memperoleh kebenaran dan keyakin yang hakiki,
apakah iaberiman atau tidak. Sedangkan akal Ilahiyah hanya dapat diperoleh
melalui kasih saying Allah Swt. Dengan cara meningkatkan keimanan ketauhidan,
serta ketaatan yang sempurna di hadapan-Nya.
2. METODE
PENYUCIAN DAN PENYEHATAN AKAL
Akal manusia
diibaratkan sebagai “perrdana Mentri” yang tentu saja memiliki tugas dan
tanggung jawab yang sangat besar untuk melaksanakan pesan “Sang Raja” (qalb).
Ia memiliki peran yang sangat penting dalam memahami, mengkaji, menimbang,
membanding, menyimpilkan, dan memutuskan apa sebenarnya yang di maksud dan
diharapkan oleh raja, lalu ia manifestasikan dalam bentuk aktivitas yng nyata,
hal mana aktivitas yng harus dilaksanakan oleh bawahannya dapat memberikan
kemanfaatan dan kesejahtraan selus-luasnya bagi hidup dan kehidupan ini.
Oleh karena itu,
untuk mencapai maksu dan tujuan dari tugas dan tanggung jawab akal itu, maka
pemeliharaan serta perawatan kesucian dan kesehatan harus menjadi perhatian
yang sangat penting. Maka metode atau cara penyucian dan penyehatan akal itu
antara lain adalah:
1.
Membiasakan
diri Berpikir Positif
Senantiasa mencari hikmah dan pelajaran dari setiap pekerjaan,
perbuatan, peristiwa, keadaan, dan kejadian, baik yng menyenangkan lebih-lebih
yang menyakitkan. jauhkan sejauh-jauhnyan berfikir negative, karena ia akan
menimbulkan energy negatif dalam diri dan lingkungan diri. Sebagaiman
diisyaratkan dalam firman-Nya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ
Hai orang-orang
yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian
dari purba-sangka itu dosa. (Q.S. al-Hujarat [49]; 12)
Dalam prespektif
ilmu tauhid berpikir positif merupakan salah satu dari implementasi ketauhidan
dalam brfikir, atau dalam kata lain berpikir positif berarti melepaskan diri
dari kemusyrikan akal piker. Dorongan untuk berpikir positif dapat dipahami
pada spirit firman Allah Swt. Berikut ini,
وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ
وَالْمَغْرِبُ ۚ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ
وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Dan kepunyaan
Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.
وَاللَّهُ
خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ
Padahal
Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".
Ayat di atas mengandung pesan bahwa ke mana saja kita menghadapkan
diri, wajah, pikiran, hati, indrawi, dan fisik di sana tidak pernah kosong dari
keberadaan Allah Swt. Lalu perbuatan dan kejadian apapun yang terjadi di
seluruh penjuru alam ini, semua itu tidak akan pernah terjadi kalau tidak atas
ijin Allah Swt, maka pasti di dalamnya mengandung hikmah, pelaran, rahasia, dan
ilmu pengetahuan-Nya yang agung, suci, dan muia. Oleh karena itu sebagai
seorang hamba yang bertauhid kepada-Nya wajiblah baginya senantiasa bersikap
dan berfikir positif terhadap Allah Swt. Dan segala ciptaan-Nya. Sabda
Rasulullah Swa.” Hati-hatilah kamu dari prasangka, karena sesunggunya
prasangka itu merupakan sedusta-dustanya berita.” (H.R. Bukhari dan Muslim
dari Abu Hurairah Ra.).
2.
Memelihara diri
dari minuman keras (khamar) atau NAZA
Karena minuman itu dapat merusak mental dan akal pikiran yang
sehat, ia dapat membuat peminumnya lupa dan tidak dapat membedakan mana yang
baik dan mana yang buruk, karena dalam keadaan mabuk. Sebagaiman diisyratkan
dalam firman Allah Swt.,
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ
وَالْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ
وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا
Mereka
bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya
terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya
حرمت الحمر حين حرمت وما يخذ من خمر الا عناب الا قليل وعمامة خمرنا
البسر والتمر. (رواه البخري عن انس نب مالك ر.ض.)
Aku
mengharapkan khamarsejak diharamkan dan tiadalah anggur dibuat khamar melaikan
sedikit, sedang kebanyak khamar kami adalah (dibuat dari) buah kurma dan kurma
kering.(H.R. Bukhari dari Anas bin Malik Ra.)
Ayat dan hadis
di atas menunjukkan pesan-pesan hokum, bahwa khamar atau minuman keras lagi
memabukkan hukumnya adalah khamar dan merupakan perbuatan dosa. Al-Qura’an
(ahli tafsir) mengatakan, bahwa ayat ini mencela khamar, adapun tentang
haramnya khamar terdapat dalam ayat di bawah ini.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ
وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang
yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk)
berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
Beliau pun
mengatakan, bahwa minuman khamar menjadikan dirinya bahan tertawaan orang,
sehingga ada yang mempermainkan air kencingnya dan kotorannya sendir, bahkan
ada yang memoleskan kotorannya itu ke badannya, bahkan ada pulayang membasuh
mukanya dengai air kencingnya sambil berdo’a, “Ya Allah jadikanlah aku
tergolong orang-orang yang mau bertaubat dan bersih.”sebagian lagi ada yang
terlihat bersama anjing yang menjilat-jilat wajahnya lalu ia berkata,”
sesungguhnya allah telah memuliakan engkau (wahai anjing) sebagaimana engkau
memuliakan aku.”
Hasil
penelitian Prif. Dr. dr, H Dadang Hawari membuktikan bahwa penyalahgunaan NAZA
(Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif lainnya) menibulkan dampak antara lain.
·
Merusak hubungan kekeluargaan Menurunkan kemampuan belajar Ketidak mampuan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Perubahan prilaku menjadi anti social Merosotnya produktifitas kerja Gangguan kesehatan. Memprtinggi kecelakaanlalu lintas
·
Mempertinggi kriminalitas dan tidak kekerasan lainnya baik
kuantitatif maupun kualitatif.
Para dokter dan
ahli kesehatan memperingatakan pula, bahwa kerusakan-kerusakan yang dapat
mempengaruhi akal dan ingatan, melemahkan pikiran, bahkan melumpuhkan pikiran
pada ummat manusia serta menimbulkan bahaya-bahaya yang besar antara lain
adalah.:
·
Minuman keras dengan berbagai bentuk dan macamnya. Semuanya itu
dapat melumpuhkan kesehatan dan mengakibatkan kegilaan.
·
Kebiasaan onani. Hal itu dapat mengakibatkan impotensi, melemahkan
ingatan, menyebabkan kemalasan berfikir, dan kelainan otak.
·
Merokok. Kebiasaan itu menegangkan urat-urat syarat, mempengaruhi
ingatan, dan melemahkan konsentrasi berfikir.
Rangsangan-rangsangan
seksual, seperti menonotn film-film porno, drama-drama gila, dan gambar-gambar
erotis, sebab, semua itu dapat membekukan fungsi akal dan konsentrasi berfikir,
di menyia-nyiakan waktu yang berharga.
3.
Memelihara diri dari berkhayal dan berangan-angan
Dengan
menggabarkan sesuatu perbuatan durhaka (maksiat) atau kejahatan menjadi indah
dalam pandangan atau khayakan. Sebagaimana diisyratkan dalam firman allah Swt.,
قَالَ
بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنفُسُكُمْ أَمْرًا ۖ فَصَبْرٌ جَمِيلٌ ۖ عَسَى اللَّهُ
أَن يَأْتِيَنِي بِهِمْ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
Ya'qub berkata:
"Hanya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu.
Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Mudah-mudahan Allah mendatangkan
mereka semuanya kepadaku; sesungguhnya Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana". (Q.S yusuf [12];82)
Apabila kita
perhatikan secara cermat acara-acarayang diisyaratkan hamper diseluruh televise
swasta di Indonesia terkesan mengeksplorasi bebera hal yang dapat melemahkan
daya berfikir dan berjuang para pemirsanya, khususnya bagi kalangan remaja atau
anak baru gede (ABG). Beberapa fenomena itu antara lain adalah;
·
Kecantikan dan kemolekan wajah dan bentuk-bentuk tubuh, khususnya
dari kaum wanita.
·
Glamour, perbuatan harta, kedudukan, dan pasang hidup (suami,
istri, atau pacar)
·
Kejahatan, kekerasan, kelicikan, kedudukan, dan tipu daya dalam
upaya mencapai berbagai macam tujuan dalam meraih kesenangan hidup.
·
Penyampaian pesan-pesan moral dengan cara melanggar hokum-hukum
Allah. Seperti bersentuhan, berciuman, berpegangan, danberpelukan padahal
masing-masing pasangan itu ada yang telah beristri dan bersuami.
·
Penampilan, tutur kata, dan sikap yang sangat bertentangan dengan
budi perkerti bangsa Indonesia yang berketuhanan yang maha Esa, lebih-lebih
dari akhlak Islamah.
·
Tayangan yang bermain-main dengan setan dan jin sangat
membahanyakan akidah dan keimanan generasi muda.
Apabila
tayangan-tayangan itu telah menjadi santapan dan konsumsi mata dan telinga bagi
anak-anak dan remaja, maka para orang tua, pendidik di sekolah, dan masyarakat
akan mengalami kesulitan dalam menumbuhkan dan mengembangkan pola berpikir
mereka secara agamis. Karena hamper setiap hari mereka melihat bagaimana cara
membantah dan menentang orang dengan cara tidak sopan dengan kata-kata. “ maaf
ya Mam maaf Ya Pa, saya kan sudah Dewasa ingin menentukan hidup sendiri.” Padahal
usianya baru duduk di bangku SMP dan SMA. Bahkan di antara mereka ada yang
berani dengan menyiksa dan membunuh kedua orang tuanya, hanya karena
angan-angan dan harapannya seperti dalam sinetron tidak tercapai.
Oleh karena itu, upaya menjauhkan diri dari berangan-angan kosong
atau berkhayal, ibarat “ besar pasak daripada tiang” atau “ bagai burung
pungguk merindukan bulan” atau berandai-andai, adalah suatu keharusan dan
kewajiban bagi siapa yang mendambakan kesucian dan kesehatan akal pikiran.
Karena itu Rasulullah Saw. Mengatakan, “ bahkan hal itu merupakan ruang atau
jalan masuknya setan kedalam akal pikiran manusia.
EmoticonEmoticon